Sabtu, 25 Mei 2013

Ferry Sunarto Membawa Kebaya ke Panggung Dunia

 

Desainer kebaya modern Ferry Sunarto.




Jakarta - Kebaya sebagai produk budaya seharusnya bisa dikembangkan menjadi inspirasi fashion dunia yang timeless, seperti cheongsam atau kimono. Sebagai warisan budaya, seperti kain tradisional batik dan tenun, kebaya harus diolah sedemikian rupa agar sesuai perkembangan zaman dan dapat diterima masyarakat luas.

Dengan dasar pemikiran seperti itu Ferry Sunarto, terus tekun mengolah kebaya sejak awal kariernya di dunia mode. Di tangan perancang busana yang juga penasihat Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Jawa Barat itu, kebaya dihadirkan sebagai busana yang sophisticated dan glamor
.
Ia mengambil konsep-konsep dasar kebaya, seperti siluet yang seksi, lengan ketat, serta bentuk garis leher yang kemudian ia kembangkan dengan kreatif, ringan, modern, dalam aura romantisme. Kebaya rancangannya dikenakan pelaku panggung hiburan di negeri ini termasuk pada saat-saat istimewa mereka, pada pesta pernikahan.

Penyanyi Ashanty, misalnya, mengenakan busana pengantin model kebaya warna hijau ketika bersanding dengan Anang. Demikian juga Adelia ketika bersanding dengan vokalis grup band Ungu, Pasha.
Berkat kebaya pula, Ferry Sunarto tampil di acara tahunan Landpartie Schloss Buckebug, yang berlangsung 30 Mei hingga 2 Juni mendatang di Istana Buckerburg, Jerman. Ia diundang Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk mengikuti pesta tahunan yang diadakan Kerajaan Schaumburg-Lippe, Jerman.
Perayaan Landpartie Schloss Buckeburg itu mengusung tema berbeda setiap tahunnya. Tahun ini, karena bertema “Indonesia”, tuan rumah Pangeran Alexander Fuerst Schaumburg-Lippe berkolaborasi dengan Duta Besar RI untuk Jerman Dr Eddy Pratomo. Berbagai kebudayaan Indonesia ditampilkan di pesta itu, mulai dari tarian, musik, cindera mata, makanan, hingga fashion.

Ferry mendapatkan kesempatan eksklusif menampilkan karyanya di acara itu pada 31 Mei malam mendatang. Di ruangan istana berinterior megah, di hadapan 150 tamu penting terdiri atas keluarga kerajaan di seluruh dunia, kalangan bangsawan, pejabat pemerintah, hingga pengusaha terkemuka di Jerman, Ferry akan menampilkan sepuluh koleksi terbaru. Kesemuanya kebaya dengan gaya sophisticated dan glamor dalam warna-warna kalem, seperti sampanye dan biru muda.

Bagi Ferry, kesempatan yang datang padanya itu kesempatan emas yang sangat langka untuk mempromosikan karya anak negeri kepada kalangan atas mancanegara. ”Mimpi yang jadi kenyataan. Mereka memilih kebaya rancangan kami untuk tampil dikenakan Putri Nadja Anna Zsoek pada saat peragaan busana, dalam cocktail reception yang dihadiri tamu penting kerajaan. Ini menjadi bukti, kebaya dengan olahan yang tepat dapat memenuhi selera masyarakat internasional,” ujar Ferry, dalam acara temu wartawan, di rumah modenya di kawasan Ciniru, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 20 Mei.




Beradaptasi
Membuka-buka berbagai referensi di dunia maya, bisa dibaca Ferry Sunarto dilahirkan di Bandung, 4 Juni. Kecintaan terhadap budaya Tanah Air, dengan mengembangkan kebaya warisan budaya itu merupakan keinginan kerasnya untuk membawa warisan budaya tersebut dikenal secara global.
Ferry melangkah dengan mantap. Dengan kegigihan dan keinginannya yang konsisten, ia mengembangkan cara berpakaian kebaya dengan sesuatu yang berkesan kekinian (edgy), tanpa meninggalkan pakem kebaya.
“Sophisticated and glamour” adalah tagline dari garis rancangannya. Bukan hanya dikenakan pesohor di negeri ini, karya-karyanya mewarnai halaman majalah fashion terbaik di Tanah Air. Prestasi karyanya juga tampil dalam halaman mode dunia Paris Haute Couture Vol 6, menampilkan karyanya bertema “Kebaya Indonesia” yang sangat modern dan romantis.

Seiring perkembangan zaman, Ferry selalu beranggapan sudah seharusnya kebaya Indonesia “out of the box”, terlepas dari tampilan yang berat, menjadi sesuatu yang lebih modern, tanpa mengubah sifat tampilannya yang feminin dengan detail menawan.

“Mungkin tidak semua orang setuju dengan cara saya mengolah kebaya. Namun, sudah saatnya budaya dapat beradaptasi dengan perubahan zaman. Padanan kebaya tidak harus selalu kain, tetapi bisa juga rok ataupun celana,” kata Ferry, pemenang Lomba Perancang Mode 1995 itu.
 
Cita-citanya mengubah citra kebaya yang terkesan kuno dan berat itu menjadi rancangan yang lebih ringan dan berkelas, bisa diterima, dan dipakai seluruh pencinta fashion bukan hanya di Indonesia. Sudah seharusnya kebaya Indonesia dengan tampilan yang luar biasa itu dikembangkan sama halnya dengan produk budaya Asia lain di dunia. Bukan saja menjadi inspirasi fashion dunia, namun juga dihargai di mata dunia.
Ferry mengakui keberhasilannya tidak lepas dari dukungan Indonesia Fashion Week (IFW). Pada IFW 2012, ia tampil menutup acara peragaan busana bersama perancang busana Musa Widyatmodjo dan Anne Avantie. “Peragaan busana saya di ajang itulah yang telah membawa dampak baik bagi saya, karena karya saya dimuat di Majalah Paris, Haute Couture, yang tentu dilihat masyarakat internasional,” ujarnya.

Di luar kesibukannya sebagai perancang busana, Ferry juga sempat turun tangan dalam organisasi. Ia menjabat Ketua APPMI Jawa Barat 2000–2003, dan banyak memberikan distribusi dan kontribusi untuk pengembangan mode Indonesia, khususnya Jawa Barat. Jejak masa kepemimpinannya ditandai dengan dedikasinya menghasilkan desainer-desainer berbakat Jawa Barat untuk turt mewarnai bisnis fashion Tanah Air. Hingga kini ia menjabat sebagai penasihat dalam organisasi APPMI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar